1. Sinopsis
Kisah Sie-Sie
(Tere Liye)
Keluarga Han tinggal di pinggiran Singkawang,
Kalimantan Barat. Han mempunyai satu istri dan tujuh anak. Sie Sie adalah anak
tertua. Usianya enam belas tahun. Han bekerja sebagai kuli kasar di pabrik
tahu. Istrinya ibu rumah tangga dan bekerja sebagai pembantu setengah hari di
rumah orang kaya. Ekonomi keluarga Han sangat menyedihkan. Apalagi saat Han
dipecat dari pabrik tahu, ketahuan mencuri brankas uang. Tidak tahan dengan
kesulitan yang ada, Han mengambil jalan pintas. Saat itu juga Han masuk
penjara. Ibu Sie Sie yang sakit-sakitan berhenti dari pekerjaannya. Lengkaplah
sudah. Separuh penghasilan hilang. Sampai-sampai anak pertamanya yang bernama
Sie Sie rela menjadi amoi demi menghidupi keluarganya. Kasihan sekali Sie Sie,
di usianya yang masih enam belas tahun dia harus bekerja keras demi
adik-adiknya dan biaya berobat ibunya.
Sejak keadaan itulah Sie Sie memutuskan untuk menjadi
Amoi. Ia bersedia menjadi istri beli-an. Berangkatlah Sie Sie ke sebuah hotel,
tempat pemuda dari Taiwan mencari istri. Nama pemuda Taiwan itu Wong Lan. Wong
Lan berasal dari keluarga kaya raya. Usianya menginjak kepala tiga. Sengaja
datang ke Singkawang dengan tujuan mencari istri bayaran untuk dijadikan
tembusan wasiat orang tua Wong Lan. Sebelum meninggal, orang tua Wong Lan
menuliskan wasiat bahwa harta warisan akan diberika kepada Wong Lan jika dia
sudah mempunyai istri. Sie Sie meninggalkan keluarganya di Sangkawang dan dibawa
Wong Lan ke Taiwan. Wasiat sudah di tang Wong Lan. Rumah mewah, pabrik tekstil
warisan orang tuanya kini ada di tangan Wong Lan. Namun, di Taiwan Sie Sie
mendapatkan perlakuan yang tak mengenakkan dari Wong Lan. Sie Sie justru
terlihat sebagai pembantu, bukan istri dari Wong Lan. Sie Sie berjanji pada
ibunya akan mencintai Wong Lan apa adanya meskipun dia adalah istri bayaran.
Sie Sie mengandung anak Wong Lan. Sedihnya, Wong Lan tak mau tahu soal keadan
Sie Sie. Kerjaannya hanya berfoya-foya, menghabiskan harta warisan orang
tuanya. Sie Sie diusir dari rumah Wong Lan saat mempunyai anak keempat dari
Wong Lan. Saat itu, ekonomi Taiwan mengalami kemunduran. Apalagi Wong Lan tak
becus mengurus pabriknya. Habislah sudah harta warisan yang dimiliki Wong Lan.
Perlakuan Wong Lan kepada Sie Sie tak pernah ia ambil hati. Sie sie tetap
mencintai Wong Lan apa adanya.
Itulah cinta sederhana amoi Singkawang. Sejak kawin
foto merebak di Singkawang, salah satu kota di Kalimantan Barat, beberapa jam
dari Pontianak, dari tahun 1960-an hingga sekarang, boleh jadi sudah dari
30.000 gadis kota itu yang menikah dengan warga asing. Ada banyak cerita
menyedihkan memang. Apalah yang diharapkan dari sebuah pernikahan
bohong-bohongan demi uang? Menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Tersakiti fisik dan perasaan seolah-olah lebih baik dibandingkan yang akhirnya
malah bekerja jadi wanita malam (Tere Liye, 2012: 40).
Karya: Anonim
2.
Struktur
a.
Abstrak
Keluarga Han tinggal di pinggiran Singkawang, Kalimantan Barat. Han
mempunyai satu istri dan tujuh anak. Sie Sie adalah anak tertua. Usianya enam
belas tahun. Han bekerja sebagai kuli kasar di pabrik tahu. Istrinya ibu rumah
tangga dan bekerja sebagai pembantu setengah hari di rumah orang kaya.
b.
Orientasi
Ekonomi keluarga Han sangat menyedihkan. Apalagi saat Han dipecat dari
pabrik tahu, ketahuan mencuri brankas uang. Tidak tahan dengan kesulitan yang
ada, Han mengambil jalan pintas. Saat itu juga Han masuk penjara. Ibu Sie Sie
yang sakit-sakitan berhenti dari pekerjaannya. Lengkaplah sudah. Separuh
penghasilan hilang. Sampai-sampai anak pertamanya yang bernama Sie Sie rela
menjadi amoi demi menghidupi keluarganya.
c.
Komplikasi
Berangkatlah Sie Sie ke sebuah hotel, tempat pemuda dari Taiwan mencari
istri. Nama pemuda Taiwan itu Wong Lan. Wong Lan berasal dari keluarga kaya
raya. Usianya menginjak kepala tiga. Sengaja datang ke Singkawang dengan tujuan
mencari istri bayaran untuk dijadikan tembusan wasiat orang tua Wong Lan.
d.
Klimaks
Namun, di Taiwan Sie Sie mendapatkan perlakuan yang tak mengenakkan dari
Wong Lan. Sie Sie justru terlihat sebagai pembantu, bukan istri dari Wong Lan.
Sie Sie berjanji pada ibunya akan mencintai Wong Lan apa adanya meskipun dia
adalah istri bayaran. Sie Sie mengandung anak Wong Lan. Sedihnya, Wong Lan tak
mau tahu soal keadan Sie Sie. Kerjaannya hanya berfoya-foya, menghabiskan harta
warisan orang tuanya. Sie Sie diusir dari rumah Wong Lan saat mempunyai anak
keempat dari Wong Lan.
e.
Resolusi
Habislah sudah harta warisan yang dimiliki Wong Lan. Perlakuan Wong Lan
kepada Sie Sie tak pernah ia ambil hati. Sie sie tetap mencintai Wong Lan apa
adanya.
3.
Kebahasaan
Bahasa yang digunakan tergolong dalam Bahasa Melayu.
Pengarang ini menggunakan bahasa yang sulit dipahami pembaca yang belum tanggap
dengan bahasa novel si pengarang. Si pengarang juga tidak menggunakan satu pun
majas atau yang mestinya ada dalam novel.
4.
Unsur Intrinsik
a.
Tema
Kasih sayang dan cinta tulus seorang istri kepada
suaminya.
Bukti: “Maka bulan-bulan perawatan itu menjadi
simbol paling agung rasa cinta Sie. Tidak ada kebencian, tidak ada penyesalan.
Astaga, seandainya kita bisa melihat wajah Sie saat merawat suaminya. Janji itu
sungguh luar-biasa.” (Hal. 33)
b.
Alur/plot
Maju: menceritakan urut kejadian dari masa sekarang
hingga masa berikutnya.
Bukti: “Wong Lan membawa Sie Sie ke Taiwan esok
paginya, lebih cepat lebih baik.” (Hal. 26)
c.
Penokohan
Ø Wong Lan
1. Suka berjudi. “Kebiasaan judinya datang tak
tertahankan, satu persatu perabotan digadaikan.” (Hal.30)
2. Suka menyiksa. “Usia gadis itu dua puluh ketika
masa-masa siksaan fisik datang. Pagi ditampar, siang dijambak, malam
ditendang.” (Hal. 29)
3. Tidak menghargai istrinya. “Wong Lan tidak
peduli perut istrinya semakin membesar, tidak peduli wajah berseri-seri
istrinya, yang tetap sungguh-sungguh melayani dan berusaha membatalkan seluruh
proses pengadilan.” (Hal. 30)
4. Mencintai istrinya. “Malam-malam
rehabilitasi itu menjadi saksi saat cinta Wong Lan tumbuh mekar, cinta seorang
pemuda Taiwan yang terlambat lima belas tahun.” (Hal. 34)
Ø Sie-Sie
1. Penurut. “...melayani suami sebaik mungkin,
menyiapkan baju, memasangkan dasi, menyemir sepatu, berlarian membawa tas
kerja, menyiapkan makanan, merapikan tempat tidur.” (Hal. 28)
2. Baik. “Hampir enam bulan dia masuk penjara,
lihatlah, tidak seharipun Sie alpa mengunjunginya, membawakan rantang makanan
kesukaan, memasang wajah riang bertanya apa kabar.” (Hal. 29)
3. Tulus mencintai suaminya. “Tidak ada
kebencian, tidak ada penyesalan. Astaga, seandainya kita bisa melihat wajah Sie
saat merawat suaminya.” (Hal. 33)
4. Memegang janji. “Astaga, seandainya kita bisa
melihat wajah Sie saat merawat suaminya. Janji itu sungguh luar-biasa.” (Hal.
33)
5. Setia. “...Sie menghabiskan malam untuk
mencari suaminya.” (Hal. 31)
6. Pekerja keras. “Setelah bertahun-tahun berusaha,
keahliannya menjahit pelan-pelan dikenal banyak orang. Bisnisnya mulai
berkembang.” (Hal. 31)
Ø Ibu Sie-Sie
1. Pekerja keras. “...ibu rumah tangga yang repot
mengurus anak-anak sekaligus repot bekerja sebagai babu separuh hari di rumah
orang kaya.” (Hal. 21)
Ø Bapak Sie-Sie
1. Pencuri. “Bapak mereka dipecat dari pabrik tahu,
ketahuan mencuri brankas uang—tidak tahan dengan kesulitan yang ada, Bapak
mereka mengambil jalan pintas.” (Hal. 22)
d.
Setting/latar
a.
Waktu
1.
Malam hari
Ø “Malam itu, Ibu
Sie jatuh pingsan, tubuh membiru, dengus nafas mulai habis.” (Hal. 22)
Ø “Kalian
bayangkan, ruangan gawat darurat, pukul sepuluh malam, hanya ada Sie dan Ibunya
yang terbaring lemah di ranjang.” (Hal. 25)
2.
Pagi hari
Ø “Bangun pagi
hanya untuk menjemput hari menyedihkan berikutnya.” (Hal. 29)
Ø “Wong Lan membawa
Sie Sie ke Taiwan esok paginya, lebih cepat lebih baik.” (Hal. 26)
b.
Tempat
1.
Rumah Sakit
Ø “Menjelang malam karyawan hotel itu datang ke rumah
sakit, mengabarkan semua beres, semua siap.” (Hal. 25)
Ø “Tapi suaminya
menunggu di Hongkong, dirawat di salah-satu rumah sakit.” (Hal. 32)
2.
Singkawang
Ø “Keluarga Han tinggal di pinggiran Singkawang, daerah
kumuh, tidak sedap dilihat, tidak enak dicium.” (Hal. 21)
Ø “...Sie Sie mendengar kabar ada pemuda
Taiwan yang datang ke Singkawang mencari istri.” (Hal. 22)
3.
Rumah Wong Lan
Ø “Wong Lan juga belum menyakiti Sie secara fisik,
orang-orang di rumah meski tidak respek, tidak berani menunjukkan rasa benci
secara terbuka.” (Hal. 28)
4.
Hotel
Ø “Sudah ada lima amoy pendaftar di lorong hotel,
berbisik-bisik.” (Hal. 22)
c.
Suasana
1. Mengharukan. “Janji itu
sungguh luar-biasa.” Pak Tua menyeka ujung mata, sedikit terharu. (Hal. 33)
2. Romantis. “Di malam
kesekian masa-masa rehabilitasi, ketika Wong Lan terjaga, saat dia menatap
wajah lelah istrinya yang jatuh tertidur di pinggir ranjang, perasaan itu mulai
tumbuh kecambahnya.” (Hal. 33)
3. Menyedihkan. “Tapi saat dia
menuju bandara, melesat kabar duka dari Singkawang, telepon dari salah-satu
adiknya, bilang Bapak Sie Sie meninggal dunia.” (Hal. 32)
e.
Sudut
pandang/point of view
Sudut pandang orang ke-3, pengarang menggunakan kata
ganti orang ketiga; seperti dia, ia, atau nama tokoh.
“Sayangnya Sie tidak sekolah, tidak berpendidikan.
Satu-satunya keahlian dia adalah membuat baju pesanan yang dipelajarinya
sendiri, itupun untuk membantu beban orang-tuanya.” (Hal. 21)
f.
Amanat
Kita harus mempunyai sifat menghargai perjuangan
orang lain, entah perjuangan kecil ataupun besar. Karena kita tidak akan pernah
tahu, bisa saja di hari esok kita membutuhkannya.
5.
Unsur Ekstrinsik
a. Sosial: Keseharian Wong
Lan yang suka menghambur-hamburkan uang untuk berfoya-foya dan berjudi, dan
sikapnya yang tidak menghargai Sie-Sie sebagai sorang istri.
b. Budaya: Di Singkawang,
menjadi istri belian sudah menjadi hal yang biasa. Orang luar Singkawang akan
datang untuk membeli istri yang diinginkannya.
c. Agama: Wong Lan menikah
dengan Sie-Sie hanya untuk mendapatkan warisan dari mendiang orang tuanya. Ia
memperlakukan istrinya seperti budak. Disiksa lahir-batin dan dicaci. Jelas
sekali, pernikah dengan tujuan seperti ini dilarang agama.